PEMILIK TANGANLAH YANG MEMBEDAKAN

Seorang tukang kebun diminta memangkas rumput yang tumbuh di taman. Lalu dengan trampil ia gunakan gunting untuk meratakan rumput hingga tak lagi tampak bagai semak belukar. Seselesainya ia menerima beberapa lembar upah. Ia senang, pemilik taman pun senang. Selang beberapa hari kemudian, seorang tukang kebun yang lain datang menawarkan jasa memperindah kebun itu. Dengan enggan pemilik taman itu mengiyakan. Lalu dengan trampil ia gunakan gunting untuk membentuk rumput itu jadi bagai hamparan permadani hijau di taman. Pemilik taman terpesona, dan tukang kebun pun menerima upah yang jauh lebih besar.

Itu adalah rumput yang sama. Itu adalah gunting yang sama. Namun, dari tangan yang berbeda sehampar semak-semak dapat berubah jadi lapangan. Dari tangan yang lain tercipta permadani. Seberapa pun hebatnya alat yang terpegang, sang pemilik tanganlah yang membedakan.

KERJAKAN YANG ANDA CINTAI

Menarik sekali, banyak orang merasa suntuk dengan pekerjaannya. Mereka mengeluh, tertekan, bahkan sebagian orang membencinya. Sebenarnya orang ingin melakukan apa yang mereka senangi, namun mereka khawatir itu bukanlah jalan karier. Sudah terlalu menancap dalam benak bahwa kerja bukanlah kesenangan, apalagi kecintaan. Bagi mereka, karier dan kerja adalah jerat yang menjauhkan mereka dari kehidupan yang diangankan. Namun, mereka harus terus bekerja demi angan-angan itu sendiri. Sebuah lingkaran paradoks yang tak bertepi.

Mengapa sedikit sekali orang bersedia melakukan apa yang mereka cintai. Padahal dalam cintanya mereka akan mengerjakan lebih dari apa arti kata “baik”. Mengapa lebih banyak orang hanya mengejar sebuah keberhasilan karier? Tidakkah cukup bagi mereka untuk melakukan yang terbaik dan mereguk kegembiraan bagi kehidupan sehari-hari? Tidakkah kita pahami bahwa keberhasilan lebih suka pada mereka yang cinta pada setiap jerih karyanya sendiri? Dan, setetes keringat pun jadi lebih berkilauan ketimbang permata kencana.

LANGKAH YANG MENAIKKAN NILAI DIRI

Keberhasilan tak meluncur begitu saja ketika anda menengadahkan tangan. Bahkan ia tak selalu datang meski peluh telah membanjiri tengkuk anda. Keberhasilan membutuhkan ketekunan dan upaya yang tak kenal patah. Anda takkan pernah tahu di langkah yang ke berapa keberhasilan menampakkan ujudnya. Andai anda memutuskan untuk berhenti di langkah ke seribu, mungkin keberhasilan sedang menunggu cuma satu langkah di depan. Maka tiada yang patut dilakukan untuk terus berjalan. Setiap langkah memperkuat diri anda.

Agar tak putus dengan mudah, anda harus memulai langkah pertama dari garis start yang tepat; yaitu hati anda. Sesuatu yang berasal dari hati akan memuliakan pikiran dan membersihkan tindakan. Maka, setiap langkah akan menaikkan nilai diri anda.

KITA TEMUKAN KEPUASAN DI KERIKIL JALAN

Banyak orang mengatakan bahwa kepuasan itu terkait dengan tercapainya keinginan. Bila demikian adanya, maka tentu lebih banyak orang terbelenggu dalam belitan ketidakpuasan. Lihatlah, sebelas pemain bola membutuhkan berjam-jam latihan hanya untuk sekian menit pertandingan. Bahkan ketika sebuah goal tercipta, mereka harus segera kembali berlaga. Kepuasan itu hanya sempat dirayakan tak lebih dari beberapa detik saja. Apakah sebelum goal kemenangan tercipta sebelas pemain itu dalam keadaan tertekan, dan penuh ketidak puasan?

Kepuasan tidak harus tergantung pada berhasil atau gagalnya tujuan. Kepuasan adalah soal hati yang ada di dalam, bukan panas teriknya matahari di luar. Kepuasan adalah soal bagaimana kita bisa menerima yang terjadi ini apa adanya. Bila kita paham bahwa berjalan menuju tujuan adalah tujuan juga, maka kepuasan akan kita temukan di setiap lubang dan kerikil jalan hidup kita.

PEMIMPIN DAN PENGIKUT KUAT MENGUATKAN

Agar pohon yang tumbuh tinggi tidak mudah tumbang karena deraan angin kencang, ia harus menumbuhkan batang yang tegar. Ia pun harus menancapkan akarnya dalam-dalam. Bumi akan menggenggamnya erat-erat. Karena bumi pun membutuhkan akar yang lebat untuk menimbun air demi kesejahteraan penghuninya. Karena bumi pun membutuhkan akar yang kuat untuk memperkokoh tanah dari kelongsoran. Pohon yang kuat menguatkan bumi. Bumi yang kuat menguatkan pohon.

Agar pemimpin besar tidak mudah terjungkal karena terpaan persoalan, sudah semestinya ia mengembangkan diri yang tegar. Ia pun harus menancapkan pijakannya pada hati para pengikutnya dalam-dalam. Maka mereka pun akan memeluknya kuat-kuat. Kita membutuhkan pemimpin yang mendatangkan kesejahteraan. Kita merindukan pemimpin yang memperkokoh masyarakat tempat kami berlindung. Dan pemimpin yang kuat menguatkan pengikutnya. Pengikut yang kuat menguatkan pemimpinnya. Pemimpin dan pengikut saling kuat menguatkan. Sebagaimana pohon dan bumi saling kasih mengasihi.

SEPAKAT UNTUK TIDAK SEPAKAT

Tak perlu mencari kesepakatan dari semua orang. Keharmonisan tidak selalu tercipta saat semua orang mendukung anda. Ketenangan pun tidak pasti tergapai hanya karena semua orang mengangguk setuju. Kita seharusnya menyadari bahwa setiap orang adalah berbeda. Seribu orang, seribu pendapat, seribu alasan. Musykil hidup dalam dunia pandang yang sama. Bahkan, dalam satu kepala pun, seribu pemikiran bercampuraduk tanpa perlu merasa sesak.

Semestinya kita belajar menerima dan menghargai perbedaan. Semestinya pula kita bisa menghormati ketidaksetujuan orang lain. Keharmonisan didapat ketika kita bisa saling berjabatan tangan tanda sepakat untuk tidak sepakat.

Ketenangan digapai ketika kita tak saling memaksakan kehendak menuju arah yang satu. Karena bumi bulat, kemana pun mata angin terarah, kelak tiba di tempat semula.

AKU INGIN MENGUBAH DUNIA

Seseorang pernah menulis catatan ini: “Ketika aku muda, aku ingin mengubah seluruh dunia. Lalu aku sadari, betapa sulit mengubah seluruh dunia ini, lalu aku putuskan untuk mengubah negaraku saja. Ketika aku sadari bahwa aku tidak bisa mengubah negaraku, aku mulai berusaha mengubah kotaku. Ketika aku semakin tua, aku sadari tidak mudah mengubah kotaku. Maka aku mulai mengubah keluargaku. Kini aku semakin renta, aku pun tak bisa mengubah keluargaku. Aku sadari bahwa satu-satunya yang bisa aku ubah adalah diriku sendiri. Tiba-tiba aku tersadarkan bahwa bila saja aku bisa mengubah diriku sejak dahulu, aku pasti bisa mengubah keluargaku dan kotaku. Pada akhirnya aku akan mengubah negaraku dan aku pun bisa mengubah seluruh dunia ini.”

Tidak ada yang bisa kita ubah sebelum kita mengubah diri sendiri. Tak bisa kita mengubah diri sendiri sebelum mengenal diri sendiri. Takkan kenal pada diri sendiri sebelum mampu menerima diri ini apa adanya.

MEMINTA MAAF MELALUI TINDAKAN

Jangan berpikir bahwa meminta maaf akan membenahi semua persoalan. Kata-kata di bibir takkan bisa menambal perahu bocor. Tindakanlah yang menyelamatkan hubungan dari keretakan dan luka yang lebih dalam.Tidakkah cukup jelas bagi kita bahwa kata-kata dan tindakan adalah dua hal yang berbeda. Tak mudah orang percaya begitu saja pada permintaan maaf,meski anda ucapkan itu berbelas-belas kali dalam sehari.

Orang ingin melihat sebuah tindakan untuk meluruskan kesalahan. Kecil pun tak apa. Orang ingin merasakan ketulusan tampak dari keringat anda. Orang ingin menemukan kesungguhan dari permintaan maaf anda. Kata-kata mungkin bersayap, namun tindakan adalah dahan untuk hinggap.

GARAM DAN TELAGA

Suatu ketika, hiduplah seorang tua yang bijak. Pada suatu pagi, datanglah seorang anak muda yang sedang dirundung banyak masalah. Langkahnya gontai dan air muka yang ruwet.

Pemuda itu, memang tampak seperti orang yang tak bahagia. Pemuda itu menceritakan semua masalahnya. Pak Tua yang bijak mendengarkan dengan seksama. Beliau lalu mengambil segenggam garam dan segelas air. Dimasukkannya garam itu ke dalam gelas, lalu diaduk perlahan. “Coba, minum ini, dan katakan bagaimana rasanya, “ujar Pak tua itu. “Asin. Asin sekali, “jawab sang tamu, sambil meludah kesamping. Pak Tua tersenyum kecil mendengar jawaban itu.

Beliau lalu mengajak sang pemuda ke tepi telaga di dekat tempat tinggal Beliau. Sesampai di tepi telaga, Pak Tua menaburkan segenggam garam ke dalam telaga itu.Dengan sepotong kayu, diaduknya air telaga itu. “Coba, ambil air dari telaga ini dan minumlah.” Saat pemuda itu selesai mereguk air itu, Beliau bertanya, “Bagaimana rasanya?” “Segar,” sahut sang pemuda.
“Apakah kamu merasakan garam di dalam air itu?” tanya Beliau lagi. “Tidak,” jawab si anak muda.

Dengan lembut Pak Tua menepuk-nepuk punggung si anak muda. “Anak muda, dengarlah. Pahitnya kehidupan, adalah layaknya segenggam garam tadi, tak lebih dan tak kurang. Jumlah garam yang kutaburkan sama, tetapi rasa air yang kau rasakan berbeda. Demikian pula kepahitan akan kegagalan yang kita rasakan dalam hidup ini, akan sangat tergantung dari wadah yang kita miliki. Kepahitan itu, akan didasarkan dari perasaan tempat kita meletakkan segalanya. Itu semua akan tergantung pada hati kita. Jadi, saat kamu merasakan kepahitan dan kegagalan dalam hidup, hanya ada satu hal yang bisa kamu lakukan. Lapangkanlah dadamu menerima semuanya. Luaskanlah hatimu untuk menampung setiap kepahitan itu.”

Beliau melanjutkan nasehatnya. “Hatimu adalah wadah itu. Perasaanmu adalah tempat itu. Kalbumu adalah tempat kamu menampung segalanya. Jadi, jangan jadikan hatimu itu seperti gelas, buatlah laksana telaga yang mampu meredam setiap kepahitan itu dan merubahnya menjadi kesegaran dan kebahagiaan.”