Alkisah, di zaman Yunani kuno memerintah seorang raja bersama Dionisius. Di kerajaannya hidup pula sepasang sahabat yang terkenal karena kesehatian, kesepikiran, dan komitmen kebersamaan mereka: Damon dan Phytias namanya.
Suatu hari, tanpa sengaja Damon melakukan sebuah kesalahan fatal di sebuah gelanggang permainan. Akibatnya, dia harus dihukum mati oleh raja. Namun, beberapa saat sebelum eksekusi, Phityas muncul.
”Yang mulia Raja Dionisius, izinkanlah hamba memohon sesuatu buat Damon, sahabatku: Berikanlah dia kesempatan terakhir melakukan sesuatu sebelum menemui ajalnya.”
Raja pun mengabulkannya. ”Baik, aku izinkan. Hai Damon, apakah permintaanmu yang terakhir?” ”Terimakasih sahabatku Phytias, dan terutama bagiku Raja Dionisius yang mulia. Permintaan hamba sederhana: boleh kembali ke kampungku, ke rumahku, untuk mencium anak-istriku dan berpamitan pada keluargaku.”
”Tetapi apa jaminannya?” tanya raja.
Phytias mengajukan diri. ”Baginda, selama Damon pergi, biarlah hamba yang menggantikannya sebagai tahanan. Apabila pada batas waktu yang ditentukan dia tidak muncul, hamba bersedia dihukum mati sebagai gantinya.”
Demikianlah Damon dilepaskan dan diberi waktu tiga hari untuk melaksanakan niatnya.
Raja dan khalayak ramai menunggu apakah Damon kembali sesuai dengan janjinya. Hari pertama lewat tanpa kabar. Hari kedua juga berlalu begitu saja.
Hari ketiga, masyarakat berbondong-bondong berkumpul di tempat eksekusi. Mereka penasaran sambil berharap cemas, apakah Damon memenuhi janjinya. Menjelang siang hari, kabar kehadiran Damon belum terdengar juga. Waktu terasa berlalu begitu cepat. Dan ketegangan meliputi semua orang.
Menjelang sore, Damon tetap tidak muncul. Pada detik-detik menjelang eksekusi, raja pun berkata kepada Phytias. ”Tampaknya persahabatan kalian yang terkenal itu tidak terbukti. Dan kamu, Phytias yang malang, bersiaplah untuk mati karena sahabat yang setia yang kamu banggakan itu ternyata tidak sesetia seperti yang kamu sangka.”
Namun saat pedang algojo hampir berkelebat, dari kejauhan terdengar suara orang berteriak. “Tunggu, tahan hukuman! Tunggu, tahan hukuman!”
Sontak semua yang hadir menoleh ke arah suara itu. Pekik tidak percaya bercampur gumaman kagum memenuhi udara. ”Itu Damon, dia kembali!”
“Maafkan hamba baginda.” kata Damon begitu sampai. “Hamba mengalami banyak sekali hambatan di jalan. Waktu melintasi selat, perahu hamba membentur karang hingga tenggelam. Saat melintasi hutan, sekelompok penyamun merampok hamba hingga terluka. Namun, hamba tetap berlari ke sini, dan syukurlah belum terlambat.”
Sambil menoleh kepada sahabatnya kata Damon lagi, “ Saudaraku Phytias, terimakasih atas kebaikanmu. Engkau telah mempertaruhkan nyawamu untukku. Sekarang, aku sudah di sini, dan siap untuk dihukum mati.”
Melihat adegan itu, Raja Dionisius hanya bisa mengeleng-gelengkan kepalanya tidak habis pikir. Hatinya tersentuh dan berkata, “Damon dan Phytias, ternyata benar apa yang kudengar selama ini tentang persahabatan kalian. Aku sangat menghormatinya. Sebagai penghargaan, maka kamu, Damon, kuampuni dan kulepaskan dari hukuman mati.”
“Terimakasih Baginda,” Damon dan Phytias serentak menjawab.
“Namun ada satu hal lagi. Bolehkah ke dalam persahabatan kalian berdua ditambahkan orang ketiga?” tanya raja.
Demikianlah Raja Dionisius kemudian menjadi sahabat Damon dan Phytias. Persahabatan mereka menjadi persahabatan segitiga yang melegenda ke seantero dunia.
* * * *
Kerja adalah kehormatan, aku bekerja tekun penuh keunggulan. Dalam kisah ini, kita menemukan kualitas persahabatan, komitmen, kesetiaan, dan kepercayaan yang total sehingga mampu menggetarkan hati masyarakat dan Raja Dionisius.
Apapun yang unggul, mulia, dan berkualitas selalu mengundang rasa hormat dan kagum. Kalau kita mampu menerapkannya dalam pekerjaan, di mana kita mampu membina hubungan dengan orang lain, pemasok, atau pelanggan, maka relasi tersebut akan menjadi modal untuk maju dan berkembang.
Karena itu, jagalah kualitas persahabatan anda, karena dengan demikian, hidup akan jauh lebih mudah dan sukses sangat mungkin diraih.
Recent Comments